Bermula
dari percakapan dengan seorang sahabat, maka terangkailah tulisan ringan ini, “Sains,
Seni dan Keterkaitannya” yang dirangkum dari berbagai sumber.
Sains
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ilmu yang teratur (sistematik)
yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya berdasarkan kebenaran atau
kenyataan semata. Dengan ungkapan lain, sains berkaitan dengan proses penemuan
atau cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis yang mengikuti
kaidah ilmiah sehingga hasilnya dapat dipercaya sebagai kumpulan fakta-fakta
yang menjadi konsep, prinsip dan teori. Sedangkan
seni menurut KBBI adalah keahlian yang membuat karya yang bermutu (dilihat dari
segi kehalusan,keindahan, dll). Seni adalah suatu kreativitas pribadi yang
kuat, disertai keterampilan dan pada mulanya adalah proses yang dihasilkan
manusia, sehingga seni identik dengan sains.
Sains
mengajarkan orang suatu pengetahuan, seni mendorong orang untuk berpraktek.
Menurut Aristoteles, seni adalah peniruan terhadap alam namun sifatnya harus
ideal. Sedangkan buah pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang seni adalah segala
perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, sehingga
menggerakkan jiwa dan perasaan manusia.
Albert
Einstein, siapa yang tidak kenal dengan ilmuwan yang satu ini, penemu teori
relativitas. Selain menggeluti sains dan meraih nobel di bidang fisika,
Einstein sangat piawai memainkan karya Mozart dan Bethoveen melalui tuts-tuts
piano. Noyori peraih nobel kimia dari Jepang mengatakan bahwa sains itu seperti
seni, bagaimana kita mengerahkan seluruh tenaga untuk sesuatu (riset) yang kita
senangi.
Fisikawan lain peraih nobel, Max Planck (1858-1947) dan
Werner Heisenberg (1901-1976), dimana
keduanya adalah pelopor teori kuantum juga mahir dalam bermusik. Planck, selain hebat bermain piano, organ dan cello, juga pernah mencipta lagu-lagu dan opera, namun ia memilih jalan
hidupnya sebagai fisikawan. Sedangkan Heisenberg sebagai pianis yang handal, di ulang tahunnya ke 60 mendapat kehormatan
memainkan salah satu konserto untuk piano dan orkes ciptan Mozart.
Leonardo
Da Vinci seorang pelukis ternama, bukan hanya seorang seniman tetapi juga
seorang ilmuwan dan penemu yang luar biasa, dia memadukan ilmu dengan seni.
Dalam sketsanya, selain terdapat gambar rancangan kapal terbang, juga kapal
selam yang besar pengaruhnya pada masa sekarang. Selain pelukis, Da Vinci juga
dikenal sebagai pemusik yang piawai memainkan biola dan keberhasilannya dalam
bermusik tidak bisa ditandingi orang biasa.
Sehingga
berbicara tentang sains dan seni seperti membicarakan sebuah mata uang yang
mempunyai dua sisi, saling terkait dan saling melengkapi. Keduanya merupakan hasil yang lahir dari
kreativitas manusia. Di dalam taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson,
kreativitas merupakan dimensi proses berpikir tertinggi pada ranah kognitif dan
termasuk ke dalam higher order thinking.
Menurut Anderson, jenis berpikir yang dapat mencerminkan kreativitas tergolong
ke dalam jenis berpikir divergen. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa berpikir
divergen adalah suatu kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
suatu permaslahan berdasarkan data atau informasi yang tersedia. Jenis berpikir
ini serupa dengan jenis berpikir yang diungkapkan oleh De Bono, yaitu berpikir
lateral atau menyamping yang merupakan kontradiksi dangan penalaran ilmiah yang
disebut sebagai berpikir vertikal.
Perbedaan
antara berpikir vertilal dan berpikir lateral
Berpikir Vertikal
|
Berpikir Lateral
|
Menekankan pada kebenaran
|
Menekankan pada keragaman
|
Bersifat analisis
|
Bersifat provokatif
|
Proses berpikir dilakukan secara berurutan, tahap
demi tahap
|
Membuat lompatan dalam berpikir
|
Mengikuti jalan yang paling mungkin
|
Menjajagi jalan yang paling tidak mungkin
|
Fokus dan mengesampingkan apa yang tidak relevan
|
Menyambut baik terobosan yang bersifat kebetulan
|
Merupakan proses terbatas
|
Merupakan proses yang serba mungkin
|
Kemudian
yang menjadi pertanyaan, apakah kita harus menentukan atau memilih akan
berpikir vertikal atau lateral…..? Walupun secara fundamental kedua cara
berpikir ini berbeda, kita tidak harus memilih salah satu dan mengesampingkan
yang lainnya. Kita bisa membuat kedua cara berpikir ini menjadi sebuah sinergi
yang saling melengkapi. Sehingga, selain akan memiliki penalaran ilmiah yang
baik, kita juga akan menjadi kreatif.
Sebagai
penutup tulisan ringan ini, saya tetap akan memberikan tantangan kepada semua
guru dan calon guru sains, untuk mengimplementasikan uraian di atas dalam menjalankan
profesinya.
“Bayangkan, apabila seorang guru sains memiliki kedua cara berpikir ini…..
bisa dipastikan proses pembelajaran yang diciptakan akan menjadi sebuah proses pembelajarn
yang menarik, memotivasi dan selalu merangsang tumbuhnya rasa ingin tahu di
dalam diri peserta didik. Pembelajarannya akan dirindu setiap saat, tidak ada
lagi peserta didik yang mengeluhkan bahwa pembelajaran sains sulit dan
membosankan. Pada akhirnya, guru sebagai profesional harus dapat mengembangkan
profesinya menjadi suatu karya seni yang mampu membawa semangat, passion yang
kuat untuk mendedikasikan diri menghasilkan suatu karya yang state of the art”. (MP)