Berkunjung ke sekolah ini, salah satu SMA Negeri di kota
Padang Sumatra Barat sangat menginspirasi. Suasana yang cukup asri tampak sejak
memasuki gerbang sekolah. Bertemu dengan kepala sekolah, staf kurikulum dan
guru kimia di sekolah tersebut yang menyambut dengan ramah. Saya memulai pembicaraan dengan guru kimia,
dan inilah sebagian dari hasilnya.
Saat K-13 diimplementasikan di sekolah tersebut pada tahun
2013, ibu Helmida Fitri seorang guru yang penuh semangat mendapat kesempatan
untuk mengajar di kelas 10 yang menggunakan K-13. Saat itu, buku siswa dan buku
panduan guru belum ada yang ada hanya kurikulum dan silabusnya.
Ketidaktersediaan buku tidak membuat Helmida berdiam diri. Ibu guru yang penuh
semangat itu membuat bahan ajar sendiri lengkap dengan lembar kerja siswa (LKS)
dengan referensi dari berbagai sumber. Siswa-siswa diarahkan untuk menggunakan
buku tambahan apa saja asalkan materinya sesuai. Ibu Helmida membuat LKS untuk
setiap Kompetensi Dasar (KD) pada proses pembelajaran di kelas maupun kegiatan
praktikum di laboratorium. Yang menarik dari LKS yang dibuat oleh ibu Helmida,
ada satu praktikum di mana siswa yang merancang sendiri percobaannya, termasuk
penggunaan bahan dan penentuan prosedur dengan tujuan pembelajaran dan
indikator pencapaian kompetensi disampaikan sebelumnya kepada siswa.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dikembangkan sendiri dengan tetap memperhatikan komponen
minimal yang harus ada, walaupun sekolah menyediakan format RPP dan menariknya
pada saat supervisi baik oleh Kepsek maupun Pengawas tidak menjadi masalah.
Guru mempunyai ruang untuk berkreasi. Pendekatan saintifik yang digunakan untuk
membingkai proses pembelajaran tidak dimaknai secara kaku sebagai sintaks
pembelajaran, tetapi menjadi nafas keseluruhan proses pembelajaran.
Tahapan-tahapan pelaksanaannya sangat situasional bergantung keadaan kelas pada
saat itu. Di sinilah kreativitas guru sangat menentukan dalam mengubah strategi
pembelajaran, menstimulasi siswa untuk terlibat aktif di dalam proses
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran seperti yang dicantumkan dalam RPP
dapat tercapai walaupun tahapan pembelajarannya berubah. Ibu Helmida dapat
melakukannya dengan baik.
Kendala utama yang
dirasakan oleh ibu Helmida dan sebagian besar gurudi sekolah tersebut adalah
pada proses penilaian, terutama penilaian sikap. Kesulitan tersebut ada pada
penentuan nilai sesuai rubrik yang telah dibuat, faktor subyektivitas sangat dominan
dan sulit menilai sikap siswa dalam waktu bersamaan untuk seluruh siswa dalam
satu kelas. Penilaian sikap ini pada awalnya merupakan nilai rata-rata setiap
KD. Perkembangan terakhir, penilaian sikap diubah dan disederhanakan menjadi sikap
yang sering muncul pada siswa yang tentunya berbeda satu sama lain dan ini
memudahkan bagi guru dalam melakukan pengamatan.
Penilaian kinerja
dilakukan pada saat praktikum. Karena praktikumnya berkelompok, maka guru
mengambil nilai kinerja setiap praktikum dengan satu ketrampilan dasar yang
dilakukan oleh setiap siswa, misalnya: menimbang, mengencerkan zat, memilah
alat lab, memipet, dsb. Di samping juga ada penilaian berdasarkan kerja
kelompok dan penilaian praktikum yang dirancang sendiri oleh siswa (seperti
yang telah dijelaskan di atas). Sedangkan penilaian pengetahuan dilakukan
berdasarkan kompetensi, bergantung pada saat kapan KD diuji (UH, UTS atau UAS).
Cara ini memudahkan dan guru dapat menilai secara benar kompetensi siswa pada setiap
KD.
Setelah itu, saya
memulai pembicaraan dengan Kepala Sekolah, yang menyatakan bahwa implementasi
K-13 sangat bergantung pada kompetensi guru. Praktik baik yang dilakukan untuk
selalu meningkatkan kompetensi dan motivasi guru adalah melakukan penyegaraan
secara berkala setiap dua minggu sekali, dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru
(KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan In House Training (IHT). Nara sumber pada kegiatan-kegiatan
tersebut berganti-ganti dan memiliki kompetensi yang sesuai. Kepala sekolah
juga memfasilitasi guru untuk mengikuti kegiatan ilmiah di luar sekolah dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Keterlaksanaan
sebuah kurikulum apapun itu namanya bergantung pada banyak faktor. Kompetensi guru
hanyalah salah satunya, di luar faktor lainnya yang melibatkan campur tangan
dan menjadi tanggung jawab pemangku kebijakan seperti sarana prasarana,
distribusi guru, kompetensi kepsek dan pengawas, dll.
Kondisi di atas
hanya sebuah contoh kecil dari praktik baik implementasi K-13 di sebuah
sekolah. Seandainya Mas Menteri juga mewawancarai guru-guru seperti bu Helmida,
maka surat yang beredar kepada kepala sekolah beberapa waktu lalu mungkin akan
lebih dipertimbangkan utuk tidak diedarkan secara tergesa-gesa. (MP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar