Ujian Nasional (UN)….? Pro dan kontra pelaksanaannya terus dipertanyakan
tanpa ada jawaban yang menyenangkan dan melegakan semua pihak. Kalau ditanya
apakah setuju atau tidak, keputusannya ada di tangan pemerintah sebagai pembuat
kebijakan, jawaban kita tidak ada pengaruhnya. Tapi sebagai orang tua yang
memiliki anak yang juga mengikuti UN dan sebagai pengajar di salah satu LPTK,
tentunya sah-sah saja mempunyai catatan kecil seputar UN.
Kabar mengenai ujian nasional yang akan dihapuskan mulai
tahun 2015 tentunya menyenangkan banyak pihak. Tapi sepertinya kabar ini tidak akan
terealisasi, karena untuk menghapusan UN harus mengganti Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 32/2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), khususnya pasal 67 yang menyebutkan bahwa, "Pemerintah
menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti Peserta
Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan
menengah, dan jalur nonformal kesetaraan".
Jika kita melihat kondisi sekolah-sekolah yang tersebar dari
ujung Barat sampai ke bagian paling Timur Indonesia, rasanya tidak adil
menstandarisasi kualitas lulusannya tanpa membenahi standar minimal lainnya. Sehingga
akhirnya alih-alih UN disebut-sebut hanya untuk memetakan kondisi
sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Namun sejak UN diselenggarakan pada tahun
2005 yang berarti sudah 8 tahun, kita belum mendapatkan informasi lengkap yang
dapat diakses mengenai peta pendidikan di Indonesia. Dan menjadi pertanyaan
berikutnya, apakah perlu pemetaan dilakukan setiap tahun tanpa action
pembenahan?
Pemetaan pendidikan perlu dan harus dilakukan, tapi tidak perlu
dikaitkan dengan UN. Untuk pemetaan seharusnya dilakukan melalui riset evaluasi
oleh Balitbang, dengan teknik sampling sesuai kaidah ilmiah yang artinya tidak
harus semua sekolah namun representatif untuk diambil kesimpulan. Untuk
pemetaan, evaluasinya tentu harus standar secara nasional, melalui achievement.
Hasilnya dianalisis untuk setiap daerah, apa yang salah atau kurang, misalnya
kecukupan sarana prasarana secara kualitas dan kuantitas atau guru sebagai SDM,
dll. Hasil pemetaan ini dijadikan dasar bagi pemerintah untuk membuat
kebijakaan beberapa tahun ke depan dan tentunya kebijakaan perbaikan yang
diterapkan untuk setiap daerah bisa berbeda-beda sesuai kebutuhan. Setelah
beberapa tahun misalnya 3 tahun, dievaluasi kembali (evaluasi secara periodik dan
berkesinambungan), sehingga kondisi pendidikan di seleluruh Indonesia meningkat
terus kualitasnya walaupun secara perlahan. Fungsi Balitbang menjadi lebih
nyata, penelitian dan pengembangan.
Apakah UN masih perlu atau tidak?
Coba kita lihat kebijakan pemerintah tentang wajib belajar.
Jika kebijakan wajib belajar adalah 12 tahun, maka di SD dan SMP tidak perlu
ada ujian, tidak perlu ada seleksi untuk masuk SMP atau SMA, sekolah harus
mengalir, karena wajib belajar. Ujian baru diadakan saat SMA pada tahun ke 12
sebagai akhir dari wajib belajar. Bentuknya bisa diatur, apakah ujian sekolah,
ujian daerah atau ujian nasional. Jika ada yang belum melewati standar
kelulusan, maka dilakukan remedial teaching fokus pada bagian-bagian yang belum
dikuasai, misalnya selama 6 bulan. Nah…. kalau seperti ini rasanya tidak akan ada
lagi orang tua yang galau anaknya akan UN. Pendidikan menjadi lebih manusiawi.
Mengapa UN demikian membuat galau semua pihak terkait?
Karena yang terjadi selama ini, UN dijadikan sebagai sesuatu
yang “keramat”, menjadi sebuah ajang bergengsi atau prestise dari suatu daerah,
Ka Disdik, Kepsek, Guru dan terakhir orang tua….. sementara siswanya stress
berkepanjangan. Berbagai cara baik yang legal maupun illegal dilakukan untuk
mensukseskan UN. Kejujuran dipertaruhkan, sulit membedakan mana nilai yang
murni mana yang tidak. Sekolah berlomba- lomba memasang spanduk di depan
gerbangnya dengan tulisan “lulus UN 100%” atau “Rata-rata nilai UN tertinggi
se-DKI” dsb.
Ada sebuah link tentang cerita yang mengerikan akibat adanya
UN yang menentukan kelulusan dan nasib seterusnya, terjadi di negara tetangga
kita, http://mobile.nytimes.com/2015/01/04/magazine/inside-a-chinese-test-prep-factory.html?_r=0
Kembali ke pertanyaan sebelumnya…. Jadi, UN masih perlu atau
tidak?
Silahkan dijawab sendiri. (MP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar