PEMBELAJARAN SAINS
MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013: SEBUAH UPAYA UNTUK MENGEMBANGKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS[1]
Maria Paristiowati[2]
Pendahuluan
Di
era globalisasi dimana akses informasi tidak memiliki batas–batas wilayah,
negara, memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau IPTEK menjadi
demikian pesatnya. Peran sains dasar atau ilmu–ilmu dasar, untuk selanjutnya
kita sebut Sains yaitu matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA) menjadi tak
terbantahkan dalam mewarnai perkembangan teknologi yang berdaya guna sangat
luas dalam memudahkan kehidupan masyarakat.
Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah bagaimana kondisi pembelajaran Sains tersebut di
sekolah? Fakta mengatakan bahwa pembelajaran Sains yang terjadi di sekolah
masih terpusat pada guru. Guru lebih banyak menekankan aspek pengetahuan dan
pemahaman. Kreativitas guru dalam melakukan pembelajaran yang aktif, inovatif,
dan menyenangkan masih belum membudaya. Peserta didik kurang terlatih dalam mengembangkan
daya nalarnya untuk memecahkan permasalahan dan mengaplikasikan konsep-konsep
yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
Sejatinya
pembelajaran Sains harus mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik melalui aktivitas yang membangun pengetahuannya sendiri. Peserta didik
dapat membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar,
memberikan penjelasan terhadap bukti yang diperoleh, dan menarik kesimpulan.
Kegiatan tersebut melatih peserta didik untuk berpikir dengan cara saintis.
Oleh sebab itu, pembelajaran Sains di sekolah menggunakan pendekatan saintifik
dalam prosesnya. Dalam kurikulum 2013 yang telah disahkan dan diterapkan
pada beberapa jenjang pendidikan mulai Tahun Pembelajaran 2013/2014 ini, mengamanatkan
esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Kurikulum
2013
Mengapa
kurikulum harus berubah? Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman, karena kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi
tantangan-tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan
keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang
senantiasa berubah. Pengembangan kurikulum 2013 searah dengan tujuan pendidikan Nasional, lebih
berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi pada hafalan semata. Salah satu tujuan Pendidikan Nasional adalah
mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, berpikir logis, sistematis, bersifat
objektif, jujur dan disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah yang
berguna untuk kehidupan dalam masyarakat termasuk dunia kerja. Hal
ini sesuai dengan tuntutan kemampuan di abad 21, di antaranya kemampuan menalar
dan berpikir kritis, kemampuan berkominkasi, kemampuan memecahkan masalah,
kemampuan menggunakan komputer dan teknologi.
Pengembangan
Kurikulum 2013 menitikberatkan pada penyederhanaan dan pendekatan
tematik-integratif. Elemen perubahan kurikulum dari KTSP ke Kurikulum 2013 meliputi
4 standar, yaitu: standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, dan
standar penilaian. Standar isi, terjadi perubahan jumlah mata pelajaran dan jam
pelajaran. Mata pelajaran ada yang dikurangi dan diintegrasikan, namun jumlah
jam pelajaran bertambah. Fokus pembelajaran pada pembentukan Independent Critical Thinker dan menitikberatkan pada
penanaman moralitas dan budi pekerti ke dalam diri peserta didik. Standar
kompetensi lulusan, secara substansi tidak mengalami perubahan, yaitu
memberdayakan potensi pengetahuan, sikap, keterampilan secara komprehensif,
sehingga terjadi peningkatan dan keseimbangan soft skills & hard skills. Standar proses, semula terfokus pada
Eksplorasi-Elaborasi-Konfirmasi, pada Kurikulum 2013 dilengkapi dengan
mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Standar
penilaian mengarah
pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil).
Karakteristik Kurikulum 2013 di
antaranya adalah:
1.
Penambahan
jam pelajaran.
Penambahan jam pelajaran merupakan
konsekuensi dari adanya perubahan proses pembelajaran dari yang awalnya siswa
diberi tahu menjadi siswa mencari tahu. Jika dibandingan dengan negara-negara lain jam
pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Walaupun pembelajaran di
Finlandia relatif singkat, tetapi didukung dengan pembelajaran tutorial.
2.
Peningkatan
efektivitas pembelajaran pada satuan pendidikan.
Efektivitas pembelajaran dicapai melalui
tiga tahapan yaitu efektivitas interaksi, efektivitas pemahaman, dan
efektivitas penyerapan. (1) Efektivitas Interaksi akan terwujud dengan adanya
harmonisasi iklim atau atmosfir akademik dan budaya sekolah. Iklim atau
atmosfir akademik dan budaya sekolah sangat kental dipengaruhi oleh manajemen
dan kepemimpinan kepala sekolah beserta jajarannya. Efektivitas Interaksi
dapat terjaga apabila kesinambungan manajemen dan kepemimpinan pada satuan
pendidikan. Tantangan saat ini adalah sering dijumpai pergantian manajemen dan
kepemimpinan sekolah secara cepat sebagai efek adanya otonomi pendidikan yang
sangat dipengaruhi oleh politik daerah. (2) Efektivitas pemahaman menjadi
bagian penting dalam pencapaian efektivitas pembelajaran. Efektivitas
pembelajaran dapat tercapai apabila pembelajaran yang mengedepankan pengalaman
personal siswa melalui observasi (menyimak, mengamati, membaca, mendengar),
asosiasi, bertanya, menyimpulkan dan mengomunikasikan. Oleh karena itu
penilaian dilakukan berdasarkan proses dan hasil pekerjaan serta kemampuan
menilai sendiri. (3) Efektivitas penyerapan dapat tercipta ketika adanya
kesinambungan pembelajaran secara horisontal dan vertikal. Kesinambungan
pembelajaran secara horizontal bermakna adanya kesinambungan mata pelajaran
dari kelas I sampai dengan kelas VI pada tingkat satuan pendidikan SD,
kelas VII sampai dengan IX pada tingkat satuan pendidikan SMP dan kelas X
sampai dengan kelas XII tingkat SMA/SMK. Selanjutnya kesinambungan pembelajaran
vertikal bermakna adanya kesinambungan antara mata pelajaran pada tingkat
saatuan pendidikan SD, SMP, sampai dengan satuan pendidikan SMA/SMK.
Sinergitas dari ketiga efektivitas pembelajaran tersebut akan menghasilkan
sebuah transfomasi nilai yang bersifat universal, nasional dengan tetap
menghayati kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat Indonesia yang
berkarakter mulia.
3.
Perubahan
proses penilaian dari penilaian berbasis output menjadi berbasis proses dan
output.
Pendekatan Saintifik
Pendekatan
saintifik dalam pembelajaran merupakan titik
tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik aktif mengkonstruk pengetahuannya sendiri
melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, memberikan penjelasan terhadap
bukti yang diperoleh, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan pengetahuannya
tersebut. Pendekatan saintifik merupakan wahana pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik melalui proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah dan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive
reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning).
Tabel
1. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
dalam Pembelajaran
Langkah
Pembelajaran
|
Kegiatan Belajar
|
Kompetensi yang
Dikembangkan
|
Mengamati
|
Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa
atau dengan alat)
|
ketelitian, kesungguhan mencari informasi
|
Menanya
|
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang
tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai
ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
|
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang
hayat, kreatif dan rasa ingin tahu
|
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
|
- Melakukan
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/
kejadian/aktivitas, wawancara dengan narasumber
|
teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengumpulkan informasi melalui
berbagai cara yang dipelajari, kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
|
Mengasosiasikan/
mengolah informasi
|
- Mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi.
- Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai
sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
|
jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam menyimpulkan .
|
Mengkomunikasikan
|
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
|
jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
|
Karakteristik
pendekatan saintifik dalam pembelajaran di antaranya sebagai berikut:
1. Pembelajaran
berpusat pada siswa
2. Pembelajaran
melibatkan keterampilan proses sains dalam membangun pengetahuan yang berupa
konsep, hokum atau prinsip
3. Pembelajaran
melibatkan proses kognitif yang melatih perkembangan keterampilan berpikir
kritis
4. Pembelajaran
dapat mengembangkan karakter peserta didik
Beberapa
contoh kegiatan pembelajaran Sains di Sekolah Dasar yang dapat dilakukan sesuai
dengan pendekatan saintifik di antaranya sebagai berikut:
1. Kegiatan Literasi Sains
mencakup
pengenalan konsep-konsep dasar sains yang ditemui peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari melalui percobaan-percobaan sederhana atau demonstrasi.
2. Mendengarkan cerita
merupakan jembatan penghubung
pengetahuan peserta didik dengan materi yang akan dibahas atau perkenalan topik
baru yang akan diajarkan.
3. Pembuatan proyek
merupakan kegiatan yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkreasi dalam menghasilkan
sebuah karya yang dibuatnya secara mandiri sesuai dengan topik yang sedang
diperkenalkan.
4. Kegiatan
Perpustakaan
meliputi peminjaman buku oleh peserta
didik untuk dibawa pulang dari perpustakaan. Peserta didik secara bergiliran
berkunjung ke perpustakaan untuk membaca dan mendengarkan kaset/CD (listening
corner). Kegiatan ini dilakukan sebagai rangsangan bagi peserta didik untuk
menyukai buku dan senang membaca.
Penutup
Pengembangan
Kurikulum 2013 menitikberatkan pada penyederhanaan dan pendekatan
tematik-integratif. Fokus pembelajaran pada pembentukan Independent Critical Thinker. Pendekatan saintifik yang
diamanatkan dalam implementasi kurikulum 2013 merupakan wahana pembelajaran
yang mengembangkan proses berpikir kritis atau berpikir tingkat tinggi. Oleh
sebab itu guru harus senantiasa mengasah kemampuannya agar pembelajaran dapat
berlangsung efektif dan efisien, sehingga proses pembelajaran yang
diselenggarakan akan bermuara pada keberhasilan.
Daftar
Pustaka
Arifin, Mulyati dkk, Strategi Belajar Mengajar Kimia,
Bandung: Technical Cooperation Project for Development of Science and
Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia, 2003.
Fisher, Alec. Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Jakarta: Erlangga, 2009.
Permendikbud No. 81A Tahun
2013
Rainbolt, W. Goerge & Dwyer, L.
Sandra. Critical Thinking The Art of
Argument, Boston: Wadsworth, Cengage Learning, 2012.
Stine,
Jean Marie. Mengoptimalkan Daya Pikir. Jakarta: Delaprasta, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar